Paul Salam Sumohardjo

Paul Somohardjo: Legenda Hidup di Usia 82, Kisah Dramatis yang Terungkap dalam Buku Prof. Yabini

Oleh :
MYR Agung Sidayu
Chairman Yayasan pendidikan Indonesia
Special consultative status in ECOSOC
United Nations

Pendahuluan

Secara pribadi, saya belum pernah bertatap muka dengan Paul Sumohardjo . Nama itu baru benar-benar “hidup” bagi saya melalui buku Prof. Yabini yang baru saja terbit. Namun, saya mengenal istrinya, Ibu Somohardjo, yang pernah menjabat sebagai Duta Besar Suriname untuk Indonesia.

Saya ingat betul saat beliau hadir dalam acara peresmian proyek pelatihan komputer di 4.000 madrasah se-Indonesia. Dengan senyum ramah khas diplomat, beliau memukul gong tanda pembukaan resmi—momen yang hingga kini masih terekam dalam ingatan saya sebagai simbol kerja sama lintas benua. Dari situlah benang merah terhubung: seorang istri yang membawa nama Suriname ke Indonesia, dan seorang suami yang, di usia 80, masih menjadi singa tua di rimba politik tanah airnya.

Bayangkan seorang pria berusia 82 tahun yang masih lincah mondar-mandir di panggung politik, seperti singa tua yang tak mau pensiun dari hutan rimba. Itulah Paul Somohardjo, politikus aktif tertua di Suriname! Di tengah hiruk-pikuk dunia yang serba cepat, beliau tetap berdiri tegak, membawa cerita-cerita epik yang membuat kita geleng-geleng kepala.

Baru-baru ini, sebuah buku tebal menceritakan perjalanan hidupnya ditulis oleh Prof. Yabini – seorang penulis produktif dengan 149 buku di raknya. Buku ini bukan sekadar biografi kering, tapi petualangan penuh drama, air mata, dan pelajaran hidup yang bisa bikin generasi muda Suriname terinspirasi. Saya berkesempatan mengikuti ngobrol santai Prof. Yabini, dan wah, ceritanya seperti film Hollywood versi tropis.

Catatan ini saya simpulkan dari video clip dibawah ini, yang dikirimkan link YouTube -nya oleh Prof. Hubert Rampersad, yang tinggal di Amerika.

Mengapa Paul Somohardjo? Dari Ribuan Pilihan, Satu Legenda Terpilih

Prof. Yabini, yang sudah mengenal Somohardjo sejak akhir 1990-an melalui adiknya yang sesama anggota partai, tak sembarangan memilih subjek. “Dari sekian banyak tokoh yang pernah membantu Suriname, kenapa Paul?” tanya wartawan. Jawabannya singkat tapi menggelegar: karena hidup Somohardjo adalah roller coaster emosi yang tak ada duanya!

Proses penulisan? Lebih dari satu setengah tahun untuk naskah utama, tapi risetnya sudah dimulai bertahun-tahun sebelumnya. Prof. Yabini menggali arsip sejak 1960-an, koran lama, media sosial, dan tentu saja, wawancara panjang dengan Somohardjo sendiri. “Saya ingin cerita dari mulutnya langsung, bukan karikatur yang dibuat orang,” ujarnya. Hasilnya? Buku yang bukan cuma menceritakan karier politik, tapi juga sisi manusiawi yang jarang terungkap.

Momen-Momen Mengguncang: Dari Penjara hingga Percobaan Pembunuhan

Siap-siap terkejut! Somohardjo pernah merasakan pahitnya kehilangan anak yang meninggal sesaat setelah lahir. Di era 1980-an, dia dipenjara – bukan karena kejahatan, tapi karena badai politik. Lalu, ada penyergapan maut: seseorang mengirim anak-anaknya sendiri untuk membunuhnya, tapi mereka gagal dan malah bunuh diri beberapa minggu kemudian. “Mungkin itu penyelesaian ilahi,” kata Prof. Yabini, mengutip Somohardjo.

Belum berhenti di situ. Di Rotterdam, Somohardjo pernah menembak senjata di rumahnya sendiri untuk mempertahankan diri. Ada rencana penyelamatan “Rakyat Pembebasan” yang gagal, tapi justru menyelamatkannya karena kelompok lain yang datang malah ditembak mati oleh calon pembunuhnya – tiga orang Prancis dan tiga Maroko! “Orang-orang berkuasa menyelamatkan nyawanya,” cerita Somohardjo dalam buku. Prof. Yabini meneliti semua ini dari berita lama dan arsip, lalu konfirmasi langsung. “Ini saat-saat mengagumkan yang bikin bulu kuduk berdiri!”

Skandal dan Kontroversi: Dari Penyalahgunaan Uang hingga Julukan “Pemimpin Jepang”

Buku ini tak menyembunyikan sisi gelap. Ada skandal besar: penyalahgunaan dana dari kelompok Korea dan Belanda, plus kasus penyelesaian yang heboh di media (meski saat itu belum ada medsos). Ini membuatnya mundur sebagai menteri. Tapi Prof. Yabini tekankan: “Buku ini cerita dari perspektif Somohardjo. Bukan apa yang media mau dengar, tapi apa yang sebenarnya terjadi.”

Lalu, julukan “Pemimpin Jepang” yang sering dilempar netizen karena etnisnya. Somohardjo tak marah; malah balik memotivasi komunitas Jepang di Suriname. “Setelah migrasi, mereka dapat stigma buruk. Saya bilang, bantu saya, dan kalian dapat kandidat,” katanya. Hasilnya? Kerja sama yang saling menguntungkan. Prof. Yabini: “Kita harus hilangkan karikatur, biarkan dia bicara sendiri. Hapus warna prasangka, dengar suaranya!”

Pemimpin Rakyat Sejati: Dari Pengaruh Pengel hingga Proyek Sosial

Somohardjo awalnya tak tertarik politik. Johan Adolf Pengel yang “menggaet” dia, ajarkan trik: pemimpin harus di depan, kunjungi rakyat. Dia ambil banyak dari Pengel dan Latchman. Di buku, kita lihat politik era dulu vs sekarang – lebih manusiawi, lebih dekat.

Yang bikin hati hangat: agenda sosialnya! Setiap minggu bagi makanan panas gratis. Proyek Gotoronjo di Mungo dan daerah lain: pasar sosial jual barang murah. Bangun pusat latihan di berbagai kawasan. “Dia pikirkan rakyat Suriname, bukan jabatan,” ujar Prof. Yabini. Bahkan, kalau jadi presiden, dia janji jadikan penjagaan rumah sebagai “penjagaan kerajaan” – prioritas utama!

Pelajaran untuk Generasi Muda: Bangun Bisnis, Bukan Cuma Politik

Somohardjo punya pesan khusus buat anak muda: “Jangan ikut jejak burukku. Bergeraklah di bisnis, pembangunan tanah. Pikirkan itu!” Prof. Yabini tambah: “Baca buku ini dari halaman pertama sampai akhir, kamu akan lihat pemimpin yang peduli rakyat, bukan karikatur.”

Penutup: Buku Pertama Diserahkan, Perasaan Bangga Prof. Yabini

Hari itu, buku pertama diserahkan langsung ke Somohardjo. Prof. Yabini, setelah riset panjang dan wawancara mendalam, bilang: “Bagus mendengar orang seperti dia. Tak perlu setuju semua, tapi dengarkanlah!” Saya setuju. Di usia 80, Somohardjo bukan politikus biasa – dia legenda hidup yang ajarkan ketangguhan, empati, dan visi.

Paul Somohardjo 80 tahun, orang Jawa yang menjadi pemimpin di Suriname, sangat membanggakan dan semangat kejawaannya abadi!

Author: admin

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *